Minggu ini mulai 7 Agustus sampai 21 Agustus 2021 saya menjadi calon guru penggerak. setelah membaca materi tentang Refleksi Ki Hajar Dewantara tentang filosofi pendidikan, saya berencana mengubah bentuk pembelajaran dalam kelas menjadi pembelajaran yang “memerdekakan yaitu pendidikan yang berorientasi pada siswa, memberikan ruang bereksplorasi, menuntun, dan pendidikan yang disesuaikan dengan kodrat alam dan jamannya. Saya pun merasakan ada nuansa perbedaan dari kebiasaan lama. Dimana siswa tampak lebih antusias dengan model pembelajaran yang dilakukan yaitu pembelajaran yang mengeksplorasi pikiran melalui pertanyaan - pertanyaan yang membuat mereka penasaran, dan itu ternyata membuat siswa merasa tertantang sehingga mereka ingin terus belajar padahal sudah waktunya pulang. Saya juga membiasakan berdoa sebelum dan sesuadah belajar. seberna nya ini adalah masalah sepele namun, membutuhkan perhatian supaya menjadi kebiasaan bahkan kebutuhan bagi mereka. Menurut saya ini adalah hal baik yang perlu dipertahankan dan dikembangkan untuk selanjutnya.
Namun, saya merasakan adanya kendala pada siswa saya dan diri saya. Adapun kendalanya pada siswa adalah mereka belum mampu menerapkan pola hidup bersih secara maksimal, karena masih terlihat sampah saat istirahat. Ini berlaku untuk satu sekolah dan juga di kelas terutama bagian teras atau halaman depan kelas. Mereka belum memiliki kesadaran untuk langsung membersihkan sampah tersebut walaupun tidak begitu banyak. Padahal pola hidup bersih yaitu bebas dari sampah itu sangat penting. Jika belum terbiasa membuang sampah pada tempatnya merupakan bentuk tanggung jawab yang lemah, ini merisaukan saya sebagai gurunya. Adapun yang saya lakukan untuk mengatasi kendala ini adalah saya mencoba memberikan contoh atau teladan dengan cara memungut atau menyapu halaman tanpa memerintahkan siswa, seperti mengepel lantai teras kelas dan membuang sampah tersebut pada tempat yang disediakan. Karena biasanya selama ini saya suka memnginstruksikan siswa untuk mengerjakan hal tersebut untuk melatih mereka terbiasa hidup bersih. Namun tenyata perubahanya tidak sebagaimana ekspetasi. Dan Alhamdulillahnya pada saat saya membersihkan sampah , membersihkan taman, mengepel lantai terdapat beberapa siswa yang antusias membantu. Jadi cara seperti ini cukup baik dan penyemangat, dalam memberikan taulaula dan kepada siswa sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara yakni Ingarso sung Tulodo.
Saat pelajaran yang membuat siswa menantang, saya menjadi sangat antusias dengan apa yang saya lakukan. karena saya melihat bagaimana ekspresi semangat siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, serta adanya sebagian siswa yang memiliki inisiatif membantu membersihkan lingkungan kelas bersama saya, walaupun belum mencapai 60% atau 100% dari keseluruhan siswa.
pelajaran yang baru saya dapatkan adalah pendidikan yang menempatkan siswa sesuai dengan kodrat nya. dan pendidikan yang menempatkan siswa sesuai tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berbeda yang mereka miliki, serta pendidikan yang berhamba kepada siswa tentang bagaimana memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan filosofi KHD. Setelah saya memberikan pelayanan yang maksimal menurut saya seperti menyapu , membersihkan taman, ruang kelas dalam memberikan tauladan ternyata saya belum mampu secara maksimal. Bentuk kegiatan ini sungguh berat dan butuh kesabaran. karena, saat baru di sapu, baru di pel, siswa malah ada yang jalan dan sebagainya, ya saya tentu marah karena merasa tidak dihargai. Namun , kembali ada sebagian siswa yang ikut membantu saya dalam melakukan pola hidup bersih seperti melakukan bersih – bersih. Mereka juga semangat dalam memecahkan masalah saat pembelajaran sesuai dengan pola merdeka yang saya lakukan.
Untuk kedepannya tentu saya akan melatih diri saya menjadi guru yang baik yang mampu memberikan kasih sayang yang sama kepada seluruh siswa, yang menuntunnya kepada kebaikan dan kebenaran, memberi ruang bereksplorasi, memberikan ruang belajar yang merdeka, sebagaimana saya melakukannya kepada anak - anak saya sendiri.
MEWUJUDKAN KEBIJAKSANAAN MELALUI KETELADANAN
Minggu ini saya bersama kelompok Bima 4 yang di bagi dalam 2 kelompok melakukan diskusi dalam ruang kolaborasi. Diskusi dilakukan melalui meeting zoom pada google meet yang dipandu oleh fasilitator.
Adapun hal – hal yang saya lihat , saya dengar, dan alami dari diskusi ini adalah bagaimana menerapkan pendidikan yang berhamba pada anak sesuai dengan kodrat keadaan berupa kodrat alam (lokal budaya) dan perkembangan zaman pada siswa. Hal ini menurut saya sangat menarik. Karena budaya – budaya lokal hampir terlupakan termakan oleh jaman. Dan anak – anak lebih condong pada budaya barat. Padahal budaya sendiri banyak yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik mereka.
Dari hasil pembahasan tersebut saya berupaya menerapkan satu saja budaya positif sebagai langkah awal yaitu menerapkan keteladanan berupa memungut sampah setiap menjumpainya. Hal ini bertujuan bagaimana siswa mengolah rasa atau kepekaan terhadap lingkungan yang nyaman bagi diri sendiri, dan orang lain. Saya juga melakukan sosialisasi lisan kepada siswa tanpa harus menuntut mereka melakukannya. Saya sebagai guru hanya menceritakan saja kepada mereka bahwa setiap menjumpai sampah pasti pak guru pungut. Karena pak guru cinta kebersihan , bersih itu sehat.
Adapun reaksi dari anak-anak adalah ada 10 orang dari 37 siswa dalam kelas saya yang rutin serta secara kontinu melakukan hal yang sama pada minggu ini. Mereka juga tidak malu dan minder melakukan hal tersebut. Namun, pada rekan – rekan guru, untuk memungut sampah masih meminta siswa untuk memungutnya.
Pada saat menyaksikan siswa mengikuti perbuatan ini. Saya sangat bangga walau jumlah siswa sangat jauh dari ekspetasi. saya tetap optimis bahwa nanti akan ada perubahan besar, baik pada siswa maupun rekan guru di sekolah, bahkan dunia, jika dilakukan secara serius.
Saya pun menanyakan kepada 3 orang siswa dari 10 orang yang ikut melakukan hal yang sama dengan saya. Bagaimana perasaan mu setelah memungut sampah ? mereka menjawab senang. Apa yang membuatmu senang ? jawabannya sederhana yaitu lingkungannya menjadi bersih. Tetapi tidak ada yang memuji kalian, karena tidak ada yang menyuruh kalian memungut sampah ? jawaban mereka adalah tidak apa –apa karena ada Allah yang melihatnya, dan mereka tetap senang. Ternyata mereka juga merasakan hal yang sama seperti saya yaitu kepuasan batin karena telah melakukan salah satu perbuatan positif. Dampak langsung dari peritiwa ini adalah kepuasan karena lingkungan menjadi terawat atau bersih.
Dari peristiwa di atas ada kecenderungan bagi saya bahwa keteladanan yang dimulai dari seorang guru itu sangat besar pengaruhnya terhadap peserta didik. Saya berani menyatakan hal ini karena saya baru melakukan beberapa hari. Bagaimana jika dilakukan secara kontinuitas kedepannya ? tentu akan banyak yang berubah.
Saya optimis bahwa setiap yang positif atau yang baik akan memberikan kepuasan bagi pelakunya.
Jadi, saya tersadar bahwa selama ini sering menuntut siswa untuk membersihkan ruangan kelas, memungut sampah, dan hal – hal sejenisnya. Ternyata hal tersebut tidaklah memberikan dampak yang signifikan. Dan ternyata keteladanan yang dimulai dari perubahan diri seorang guru dalam memberikan contoh dapat mendorong siswa atau peserta didik untuk berubah. Perubahan yang permanen atas dasar kesadaran.
Perbuatan positif yang diterapkan ini tentu akan mengalami perbedaan jika dilakukan dengan cara yang berbeda. Misalnya, saya hanya mengajak siswa untuk membersihkan sampah, tanpa saya sendiri yang melakukannya terlebih dahulu. Karena peristiwa tersebut tidaklah memberikan keteladanan dan pembiasaan.
Informasi tambahan dalam pengembangan serta menjalankan perbuatan positif ini tentu sangat saya butuhkan. Informasi – informasi bagaimana menerapkan pola hidup bersih serta akibatnya sangat banyak di internet. Contohnya pada laman : https://www.rumah.com/panduan-properti/kebersihan-lingkungan-44644 , Ia menjelaskan bahwa : lingkungan yang bersih dapat menghindarkan dari penyakit, mencegah dari pertumbuhan sumber penyakit berupa nyamuk, dan menghindarkan dari pemanasan global, serta mengurangi polusi.
Dan untuk menjalankan program dalam memberikan keteladanan berupa kegiatan positif tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti rekan sejawat, tenaga pendidik, kepala sekolah, masyarakat dan dinas pendidikan terkait secara meluasnya.
Jika keteladanan ini dijadikan program unggulan dalam suatu sekolah. Maka, bagian yang saya dahulukan adalah “cinta Kebersihan”. Karena secara keseluruhan masyarakat Bima pada umumnya masih jauh dengan pola hidup bersih. Hal ini perlu dimulai dari diri saya sebagai teladan, berimbas kepada siswa dalam kelas saya, kepada sekolah saya, masyarakat , bangsa dan negara jika bisa. Sehingga nanti saya bermimpi bahwa negara Indonesia merupakan masyarakat sadar sampah dan terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Dan semua itu membutuhkan waktu sebagai proses.
Pembelajaran pada minggu ini adalah upaya menerapkan pendidikan yang memerdekakan menurut filosofi Ki Hajar Dewantara. Inti dari pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menurut saya adalah bagaimana mencetus manusia – manusia yang penuh dengan kebijaksanaan. Adapun upaya yang dilakukan adalah dengan penanaman budipekerti. Penanaman budi pekerti ini salah satunya adalah melalui keteladanan.
Jurnal Mingguan 3 CGP
Pada minggu ini, saya mempelajari materi baru yaitu pembentukan nilai diri, profil pelajar pancasila, peran guru penggerak, kompetensi guru dan kepala sekolah, dan nilai – nilai guru penggerak, serta keberpihakkan pada murid. Pembentukan nilai diri digambarkan dengan trapesium gunung es, dimana permukaan gunung es hanyalah 20% dari dasarnya. Yang maknanya adalah karakter diri seseorang hanya dapat diamati dan diketahui hanya 20% sedangkan 80%nya tersembunyi didalam dirinya sebagaimana dasar pada gambaran trapesium gunung es. Profil pelajar pancasila menurut saya adalah sistem atau aturan sebagai jalur atau arah pembiasaan dalam mewujudkan manusia indonesia yang seutuhnya sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, serta bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan itu semua maka, dilakukan pembiasaan berdasarkan capaian Profil Pancasila dengan tujuan terciptanya manusia Indonesia yang sesuai dengan harapan Ki Hajar Dewantara yaitu manusia yang penuh dengan Kebijaksanaan, baik terhadap dirinya, Agamanya, lingkungannya, alamnya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Materi selanjutnya yaitu kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang Guru Penggerak. Kompetensi yang dimaksud ada 4 yaitu :
1. Mengembangkan diri dan orang lain,
2. Memimpin pembelajaran,
3. Memimpin manajemen sekolah,
4. Memimpin pengembangan sekolah
Dari 4 kompetensi tersebut terdapat pula Lima peran dari seorang Guru Penggerak yaitu:
1. Menjadi pemimpin pembelajaran (mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada murid, dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang mendukung tumbuh-kembang murid)
2. Menggerakkan komunitas praktisi (berpartisipasi aktif dalam membuat komunitas belajar untuk para rekan guru baik di sekolah maupun wilayah)
3. Menjadi Coach Bagi Guru Lain (mampu mendeteksi aspek-aspek yang bisa ditingkatkan dari rekan sejawatnya, merefleksikan hasil pengalamannya sendiri serta guru lain untuk dijadikan poin peningkatan untuk pembelajaran, bisa memantau perkembangan dari rekan guru lain)
4. Mendorong Kolaborasi Antar Guru (mampu memetakan para pemangku kepentingan di sekolah (serta luar sekolah), serta membangun dialog antar para pemangku kepentingan)
5. Mewujudkan Kepemimpinan Murid (membantu para murid ini untuk mandiri dalam belajar, mampu memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter murid di sekolah)
Adapun nilai – nilai dari guru penggerak adalah Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid. Adapun Berpihak pada murid disini berarti seorang Guru Penggerak selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak didasari pembelajaran murid terlebih dahulu, bukan dirinya sendiri. Segala hal yang kita lakukan, harus tertuju pada perkembangan murid, bukan pada pemuasan diri kita sendiri, maupun orang lain yang berkepentingan. Sebagai Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, kita selalu harus mulai berpikir dari pertanyaan “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan untuk membuat proses belajar ini lebih baik?”
Perasaan saya setelah mempelajari modul ini adalah saya dapat mengetahui diri saya sendiri berupa kekurangan dan kelebihannya, bagaimana menumbuhkan karakter yang berada di alam bawah sadar, mengetahui posisi saya sebagai guru penggerak, mendesain pembelajaran yang berpusat pada murid, Serta apa yang harus dilakukan dengan segera, dan bagaimana melakukannya.
Adapun hal – hal positif yang saya dapat dilakukan adalah siswa secara konsisten membiasakan diri berdo’a sebelum dan sesudah belajar ataupun seluruh kegiatannya melalui pembiasaan yang konsisten, menumbuhkan akhlak kepada alam melalui pembiasaan jemput sampah yang dimualai dari pendidik sebagai contoh. Menggali potensi siswa sebelum melakukan inti pembelajaran dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran degan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kunci, memberi feedback sebagai koreksi apa yang sudah dan belum. Serta menjadi motivator untuk rekan sejawat bagaimana melakukan semua diatas dengan cara sharing pendapat pada waktu luangnya.
Dalam meningkatkan karakter siswa melalui pembiasaan dan keteladanan dalam menumbuhkan hal – hal positif diatas tidaklah memiliki kendala yang signifikan, jika guru konsisten melaksanakannya. Karena tindakan tersebut akan menjadi kebiasaan , kemudian menjadi kebutuhan, dan finishnya menjadi pembiasaan atau karakter tersebut. Cuma yang namanya sebuah kegiatan tentu akan memiliki kendala dan resiko, tetapi upaya meminimalisirnya adalah dengan membuat kesepakatan - kesepakatan sebagai acuan pelaksanaan.
Adapun gagasan dalam memperkuat hal positif yang sudah dilakukan tersebut adalah menyusun sebuah program baku sebagai pedoman pelaksanaan.
Simpulannya adalah bahwa pada materi kali ini memberikan gambaran bagaimana memahami potensi diri dan nilai – nilai sebagai guru penggerak sehingga dapat menjalankan sebuah program pembelajaran yang berpusat pada siswa serta menularkannya kepada guru – guru lain atau lingkungan.
JURNAL MINGGU KE 6
SABTU, 11 September 2021
ERDIN, S.Pd. / SDN 5 RABANGODU UTARA KOTA BIMA.
Minngu ini saya aktif sebagaimana biasa seperti pada minggu-minggu sebelumnya yaitu sebagai calon guru penggerak. Tugas saya antara lain mengerjakan tugas dan belajar di LMS, juga mengajar dalam kelas serta melaksanakan tugas lain di sekolah.
Adapun hal – hal yang saya alami adalah pada kegiatan guru penggerak di LMS (Learning Manajement Sistem) dari hasil kegiatan pada ruang kolaborasi minggu ini, saya dapat menggali lagi apa yang sudah berada pada diri saya sebagai guru penggerak terutama pada peran dan nilai, serta bagaimana mengimplementasikan peran dan nilai tersebut kedepannya baik untuk siswa maupun untuk teman sejawat serta guru lain di daerah. Dari diskusi melalui ruang kolaborasi tersebut semakin kuatlah keyakinan saya akan peran dan nilai yang saya miliki antaralain saya sebagai pemimpin pembelajaran, penggerak komunitas praktisi, dan berkolaborasi. Nilai – nilai yang saya miliki adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpusat pada murid.
Sedangkan pada kegiatan pembelajaran saya terus memperbaiki pelaksanaan pembelajaran melalui merdeka belajar berupa permainan – permainan yang terstruktur untuk mencapai tujuan pembelajaran. Permainan tersebut ada yang berupa bentuk kegiatan dan ada yang berupa kuis. Pada kegiatan positif yaitu implementasi karakter baik sebagai pengewajantahan dari perubahan budipekerti dan saya tetap laksanakan jemput sampah. Maksud dari jemput sampah ini adalah saya dan siswa tanpa diperintah dan dengan kesadaran sendiri memungut sampah dan membuang pada tempat sampah saat menjumpainya.
Untuk mempraktikan tugas saya sebagai guru penggerak yaitu menggerakkan diri, siswa dan guru di sekolah, saya mencoba mensosialisasikan program saya bernama jemput sampah. Tujuan dari kegiatan ini adalah nanti anak-anak akan memiliki kesadaran yang merupakan pembiasaan dalam hidupnya yaitu memiliki pola hidup bersih dan teratur terutama pada sampah. Alhamdulillah, teman – teman guru merespond dengan baik. Mereka mengajukan pertanyaan apa yang harus kita lakukan sebagai bentuk pembiasaan terhadap sampah ini ? , untuk menjawab pertanyaan itu kami berdiskusi. Sehingga kami memutuskan suatu aksi yaitu siswa membawa satu kresek satu siswa. Kami beri nama “SAKSI (Satu Kresek Satu Siswa) pada setiap hari jum’at. Sedangkan hari lainya mereka dan kami terus mensosialisasikan dan mempraktekannya jika melihat sampah.
Pada hari Ju’mat tersebut seluruh guru dan siswa berdasarkan kelasnya masing – masing bergerak menemukan titik – titik sampah. Yang paling membahagiakan saya adalah semangat anak – anak. Saya baru pungut dua tiga helai daun dan plastik , anak – anak sudah setengah plastik merah. Dan mereka lebih senang melakukan kegiatan tersebut. Mungkin karena mereka terkurung hampir 2 tahun dirumah. Sehingga kegiatan semacam ini seolah baru bagi mereka. Disisi lain mereka juga tambah sehat, karena saya lihat mereka guru – guru dan anak – anak berkeringat. Ini sesuai dengan pepatah sekali dayung dua sampai tiga pulau terlampaui. Artinya sekali melakukan kegiatan kami sekalian berolahraga karena bergerak plus lingkungan menjadi asri.
Jadi, dengan peran dan nilai yang dimiliki berupa mempimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, berkolaborasi dengan dukungan nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid pada minggu ini dapat dirasakan langsung manfaatnya.
Adapun hal yang saya kembangkan kedepannya adalah mencari pola – pola baru dalam bentuk permainan untuk mengimplementasikan Merrdeka Belajar dan penerapan budaya positif dalam mewujudkan perubahan budipekerti. Saya sebagai guru penggerak tentu secara mandiri maupun berkolaboratif harus senantiasa meningkatkan wawasan dan pengalaman baru untuk diterapkan dalam kelas dan sekolah saya, untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan sesuai dengan profil pelajar pancasila.
Pada minggu ini saya masih belajar tentang nilai dan peran guru penggerak pada koneksi antar materi, dan aksi nyata. Adapun yang dapat saya simpulkan di sini bahwa guru penggerak adalah seorang guru yang terus bergerak untuk mewujudkan misi sebagai agen transformasi perubahan pendidikan. Untuk menjadi agen transformasi ia harus memiliki nilai - nilai supaya dapat berperan dalam menggerakkan sehingga dapat terjadinya perubahan. Nilai - nilai tersebut antara lain kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Sedangkan untuk berperan adalah guru penggerak perlu memiliki kompetensi memimpin pembelajaran yang berpusat pada siswa, memberikan kemerdekaan belajar kepada mereka, menghamba pada mereka dalam mewujudkan transformasi karakter ke karakter profil pelajar pancasila sebagai pengejawantahan dari filosofi Ki Hajar.
Minggu ke 6. Sabtu, 25 September 2021
Pada tulisan saya minggu ini menggunakan Model 2: Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL). Model ini dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009). Untuk membuat refleksi model ini, tulislah penjabaran dari pertanyaan panduan berikut:
- Description : Deskripsikan pengalaman yang dialami dengan menceritakan unsur 5W1H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana);
Materi yang dipelajari adalah merumuskan visi sebagai guru penggerak. Tujuannya supaya guru penggerak mempunyai mimpi seperti apa yang diharpakan nantinya. Mimpi tersebut merupakan arah atau pedoman dalam mentransformasi pendidikan kerah yang diharapkan bersama sesuai dengan filosofi Ki Hajar dewantara dalam profil pelajar pancasila. Lalu dalam merumuskan visi sebagai mimpi tersebut tentu ada kaidah – kaidah yang harus dilalui yaitu melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif. Inkuiri Apresiatif ini juga disebut dengan istilah B-A-G-J-A yang dalam bahasa Sunda adalah “Bahagia”.
Kegiatan yang dilakukan didalam learning Manajemen Sistem selalu dengan fasilitator dan sesama calon guru penggerak. Dalam kegiatan tersebut berkolaborasi, shering pendapat dalam kelompok untuk menentukan sebuah kesepakatan dari yang didiskusikan merupakan cara – cara yang selalu digunakan. Dari diskusi, shareng tersebut menghasilkan sebuah gagasan baru yakni pemetaan keuatan sebagai landasan merumuskan visi guru penggerak tersebut.
Visi yang dirumuskan ini adalah yang sesuai dengan kondisi nyata disekolah, hal ini terlihat dari hasil pemetaan yang dilakukan oleh masing – masing calon guru penggerak. Pada kategori orang, benda, komunitas, dan lembaga, semuanya sama. Bahkan hampir pada nama aset juga sama, tetapi pada kekuatan dan peran setiap calon penggerak berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara berpikir, pengalaman, dan kondisi sekolah yang berbeda – beda, baik secara geografis, maupun secara kultur budaya setempat.
- Examination : Analisis pengalaman tersebut dengan membandingkannya terhadap tujuan/rencana yang telah dibuat sebelumnya;
Dari pengalaman diatas, saya selaku calon guru penggerak mengamati kondisi dan cara belajar siswa di dalam kelas saat proses belajar mengajar. Dari 37 siswa tersebut saya perlu memetakan tingkat kemampuan mereka. Tujuannya adalah bagaimana memberikan pelajayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Saya menatap kembali coretan visi saya dalam kertas yang tertulis sebagai berikut : “Menjadi guru yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan, dalam mencetuskan peserta didik yang berkepribadian sesuai profil pelajar pancasila”. Dari visi ini muncul pertanyaan – pertanyaan dalam benak saya. Pertanyaan – pertanyaan tersebut antaralain :
1. Bagaimana caranya menjadi guru yang kreatif ?
2. Apa yang dapat saya lakukan agar bisa menjadi guru yang inovatif ?
3. Bagaimana menjadi guru yang menyenangkan ?
4. Bagaimana mencetuskan peserta didik yang berkepribadian sesuai profil pelajar pancasila?
Dari empat pertanyaan diatas, menjadikan saya pemisimis. Alasannnya adalah akan sangat jauh harapan saya mencapai visi yang telah saya mimpikan. Rasa pemisimis itu terus mencuak dan berkecamuk merontokkan semangatku sebagai calon guru penggerak yang pada awalnya penuh dengan kobaran semangat. Lalu saya teringat dengan materi Apresiasi Inkuiri yang disebut dalam istilah B-A-G-J-A yang dalam bahasa sunda disebut “Bahagia”. Kemudian saya merubah pertanyaan saya dalam bentuk yang membahagiakan yaitu menanyakan hal – hal baik yang sudah saya lakukan selama ini walaupun kecil. Adapun pertanyaan adalah sebagai berikut :
1. Hal kreatif apa yang sudah saya lakukan selama ini dalam kelas walaupun kecil? bagaimana saya melakukannya ?
2. Perbuatan dan tindakan inovatif apa yang sudah saya lakukan untuk siswa selama ini ? dan bagaimana saya melakukannya ?
3. Apa saja hal – hal yang menyenangkan bagi siswa saya selama ini walaupun kecil?
4. Apa saja hal kecil yang saya lakukan dalam mencetuskan karakteristik peserta didik yang sesuai dengan profil pelajar pancasila ?
Dari empat pertanyaan kedua ini semangat dan rasa optimis saya kembali mencuat dan bergelora. Karena tergambar dalam pikiran saya akan hal – hal yang menyenangkan dalam proses pembelajaran yang dilakukan antara lain :
1. Untuk menjawab nomor 1 misalnya, hal kreatif yang sudah saya lakukan adalah penggunaan kardus dan potongan cermin dalam mebuat periskop, pembuatan LUP sederhana dari plastik bening dengan setetes atau dua tetes air.
2. Perbuatan yang dilakukan pada nomor 1 diatas juga merupakan inovasi yaitu menemukan gagasan baru dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran.
3. Karena pada kegiatan dengan hal kreatif tersebut menjadikan anak – anak semangat yang merupakan tanda dari kesenangan mereka.
4. Sedangan untuk mencetuskan kepribadian atau karakter sesuai profil pancasila memang tidaklah dapat dilakukan secara keseluruhan. Adapaun hal yang sudah saya lakukan adalah membiasakan diri dan mengajak murid untuk selalu berdoa sesuai dengan keyakianan sebelum dan sesudah pelajaran sebagai kompetensi berakhlan kepada agama dan manusia, sedangakan kompetensi berakhlak pada alam adalah dengan program “Jemput sampah, dan SAKSI (satu kresek satu siswa) pada setiap jum’at, berkolaborasi dalam menyelesaiakan masalah, menghargai perbedaan (Berkebhinekaan global), kreatif tadi, dan memiliki rasa ingin tahu dengan meminta siswa untuk selalu bertanya dari setiap kegiatan yang dilakukan minimal menggunakan 5W1H.
Dari pertanyaan kedua dan representasi dari jawaban tersebut menggambarkan bahwa mimpi atau visi sebagai calon guru penggerak dapat diwujudkan kedepannya.
- Articulation of Learning : Jelaskan hal yang dipelajari dan rencana untuk perbaikan di masa mendatang.
Guru penggerak perlu memiliki mimpi yang banyak dan besar. Memahami potensi dan nilai – nilai serta perannya. Dari memiliki nilai – nilai, peran dan keterampilan tersebut maka guru penggerak dapat menjalankan perannya sebagai agen transformasi pendidikan. sebagai agen transformasi pendidikan ini maka, guru penggerak perlu meningkatakan wawasan keilmuan.
Adapun rencana untuk kedepanya adalah memehami perkembangan peserta didik, memahami potensi peserta didik, memahami kondisi zaman, untuk melakukan pemetaan kekuatan sehingga dapat merumuskan visi –visi yang akurat dan kontekstual kedepannya.
Demikian yang saya ketahui tentang pelajaran pada minggu ini, semoga dapat bermanfaat dan mohon koreksi untuk penyempurnaan pemahaman saya terhadap materi dalam minggu ini.
JURNAL MINGGU 7
Pada minggu ini masih merupakan lanjutan dari minggu sebelumnya yaitu tentang merumuskan visi sebagai guru penggerak. Disamping itu tetap melaksanakan budaya positif yang sudah diprogramkan di kelas dan sekolah. Program saya adalah bagaimana menumbuhkan kemandirian dan kreatifitas peserta didik dalam menghadapi kehidupannya nyata. Adapun program budaya positif saya adalah menjemput sampah untuk hari – hari peserta didik saat dalam kelas ataupun saat bermain di luar kelas. Dan dalam satu kali dalam seminggu melaksanakan SAKSI (satu kresek satu siswa). Tujuan dari budaya positif ini adalah untuk membentuk karakter peduli terhadap lingkungan. Dimana, masalah samapah merupakan masalah yang urgensi di daerah kami termasuk di secara umum negara ku Indonesia. Saya sangat berharap dan sangat memimpikan budaya hidup bersih dengan bebas sampah ini. Maka, saya memulai membentuk budaya ini melalui pembiasaan – pembiasaan di sekolah dengan harapan melalui pembiasaan ini dapat terbentuknya karakter siswa sesuai dengan harapan.
Siapa yang terlibat dalam melaksanakan program ini ? tentu jawabannya adalah saya sendiri sebagai Calaon guru penggerak sebagai roll model bagi siswa dan guru – guru lain. Disamping saya mengajak juga atau menggerakkan komunitas interen di sekolah. Dengan melibatkan teman – teman guru dan kepala sekolah sebagai pennanggung jawab, program ini dapat berjalan dengan baik samapai sekarang.
Kemudian kami para CGP dalam Learning Management Sistem terus digenjot untuk menyelesaiakan tugas kami berupa bagaimana merumuskan visi yang kami mimpikan, dan bagaiamana kami memetakan kekuatan sebagai dasar merumuskan visi. Kemudian merumuskan visi tersebut dengan pendekatan BAGJA. Kemudian saya dapat merumuskan visi saya sebagai guru penggerak yaitu “ terbentuknya peserta didik yang berkepribadian pelajar pancasila”. Dari visi ini saya menguraikan lagi dengan pendekatan BAGJA untuk menentukan apa hal pertama yang saya lakukan ?, siapa yang akan terlibat ? bagaimana saya melaksanakannya ? setelah melakukan perumusan melalui pendekatan BAGJA saya dapat menentukan hal positif pertama yang dapat saya lakukan adalah memulai dengan hal sederhana berupa menjadi roll model dalam menerapkan budaya positif bagi pembentukan karakter siswa, memimpin pembelajaran yang mampu menumbuhkan kreatifitas dan kemandirian, serta akhlak dan sikap kolaboratif mereka.
Pada minggu ini juga kami masuk pada Loka Karya 2. Pada Lokakarya ini kami dilatih untuk memahami bagaimana merintis, menumbuhkan, dan merawat komunitas praktisi. Materi ini sangat menarik bagi kami. Karena dengan materi ini sangat memberikan pemahaman bagi kami dalam
Dari pengalaman – pengalaman belajar diatas pada minggu ini. Dapat saya simpulkan bahwa guru penggerak harus terus bergerak dan menggerakkan. Terus mengimplementasikan budaya postif, menciptakan pembelajaran yang menarik dan mengasah kreatifitas peserta didik dalam menyiapkan mereka menghadapi masa depan secara konkrit yaitu keselamatan dan kebahagiaan.
Untuk mewujudkan itu semua dalam mengatasi, memecahkan sebuah masalah yang dihadapi tentu guru penggerak butuh wadah untuk shareng, berdiskusi, menyampaiakan praktik baik dari apa yang dilakukannya. Wadah tersebut adalah komunitas praktisi interen. Komunitas praktisi ini tentu perlu dirintis, ditumbuhkan, dan dirawat jika sudah tumbuh, supaya dapat menjadi besar dan berkembangbiak menyerbarkan benih – benih kesuksesan dalam membangun pendidikan yang out put nya adalah siswa yang penuh kebijaksanaan, kebahagiaan dan keselamatan hidup dimasa yang akan datang.
Bersambung....
Komentar
Posting Komentar